My work as a Director and Screenwriter. It’s a 15-minute documentary that carries the story of Maria Catarina Sumarsih, more familiarly called Mrs. Sumarsih, the biological mother of B.R. Norma Irawan (Wawan), a student at Atma Jaya University who was killed in the Semanggi I shooting incident in November 1998. After various legal efforts taken to bring those responsible for the incident to court did not produce any results, in 2007 Mrs. Sumarsih together with the families of other victims and several humanitarian activists finally agreed to start a protest campaign right in front of the presidential palace. This campaign later known as Aksi Kamisan, a peaceful action held every Thursday across the Indonesian Merdeka Palace to demand that the government immediately resolve various cases of human rights violations in the past. This film was part of my study project at the University of Bina Sarana Informatika.

JUDUL FILM : BARA KAMPUS : BSI PEMUDA KELAS : 42.3B.37 SUTRADARA : ISMAYA KAHAR Sipnosis : Bara, remaja desa yang belum lama di Jakarta. Ia gemar dan giat melukis, tetapi kebanyakan lukisannya hanya dituangkan di lembaran buku catatan. Sementara Alfi adalah remaja kota yang santai dan selalu tampak diri karena percaya dirinya sudah cukup mahir dalam dunia lukis. Mereke berdua berlatih untuk mengasah kemampuan lukisnya di Sanggar Graha, sebuah kelas seni lukis yang didirikan oleh Mieke, seorang seniman senior yang sudah punya nama. Mereka berlatih di tempat tersebut dari pagi hingga petang. Suatu waktu, Mieke mendapat tawaran untuk memberikan satu lukisan sebagai wakil dari kelasnya untuk diikutkan dalam pameran lukisan yang diadakan oleh koleganya. Mieke melihat Bara dan Alfi sebagai muridnya yang paling potensial untuk memenuhi hal tersebut. Mieke kemudian memberi 2 buah kanvas kosong kepada Bara dan Alfi dengan waktu tenggang 1 minggu untuk menyelesaikan tantangan melukisnya. Sesampainya di rumah, Bara langsung memasuki kamar dan memasang kanvas yang diberikan oleh Mieke. Alfi pun demikian. Bara dan Alfi terlihat gelisah, mondar-mandir didepan kanvas yang telah siap dilukis dengan raut wajah tegang. Mereka berdua mendapatkan kesulitan yang sama. Mereka berdua tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan lukisan tersebut. Kesulitan ini lebih nampak di diri Bara. Suatu waktu Ibu Bara masuk ke kamarnya dan membawa lukisan peninggalan ayahanda nya, untuk mengingatkan Bara agar tetap semangat menuntaskan lukisan nya. Di hari ke-empat Alfi tampak sangat tertekan dan kemudian menyerah. Ia memutuskan untuk berbuat curang. Ia menghubungi seorang temannya yang juga seorang pelukis professional, dan memesan lukisan dengan tanda tangan palsu untuk diberikan kepada Mieke. Sementara Bara, ia hampir putus asa, tetapi karena dukungan dari Ibu, Bara semakin yakin bisa menyelesaikan lukisannya. Seminggu pun berlalu, waktunya mengumpulkan lukisan, Bara dan Alfi memberikan lukisannya masing-masing kepada Mieke. Alfi tampak percaya diri tetapi, Bara terlihat minder karena ia melihat lukisan Alfi lebih bagus darinya. Tak lama Mieke berjalan mengitari kedua lukisan Bara dan Alfi, dengan tujuan melihat tanda yang tempo hari ia torehkan pada kanvas tanpa diketahui oleh Bara dan Alfi. Di kanvas Bara, terlihat masih ada tanda tersebut, sedangkan di kanvas Alfi tidak ada. Mieke memuji lukisan Alfi selara untuk mengecohnya karena sikapnya yang tidak jujur. Mieke kemudian menanyakan padanya apakah lukisan itu ia buat sendiri atau tidak, Alfi menjawab lukisan itu miliknya, ia tidak tahu bahwa kanvas yang diberikan Mieke sudah diberi tanda. Kemudian kecurangannya pun terbongkar. Lukisan Bara terpilih.

Live Music Performance by Are You Alone Band Camera: Canon 7D Room Natural Lighting Location: Coffeewar Kemang

My work as a Producer and Program Director, A 30-minute Television News Program with a composition of 75% hard news + 25% soft news. Part of my study project at the University of Bina Sarana Informatika.