top of page
  • Writer's pictureArya Kahar

Ibu di Hari Aku Belajar Terbang

Yang akan terus tinggal di kepala

adalah senyum Ibuku.

Ketika aku mantra beracun tanpa penawar,

ketika aku semak belukar penghalau ketenangan,

ketika aku pedang berkilatan penggurat luka-lubang hatinya,

akhirnya tiba di persimpangan

tempat gelap berbaur terang yang merambat.

Ibu memberi pelita,

Ia bilang, “Ini ‘kan memandumu melesat”,

lalu aku terbang.

Tak pernah ku lihat panorama

seindah senyumnya kala itu.

Tak pula ku temui padanan

hangat peluknya sejak itu.

Namun manis yang kucecap pada hujan kecupan saat itu

masih bisa ku kenang secara syahdu..

Yang akan terus tinggal di kepala

adalah senyum Ibuku,

senyum lega melepas semua yang pernah dan tak pernah dimiliki di dunia.

Padahal aku merasa belum memberinya apa-apa.

Aku bahkan tak melakukan apa-apa,

selain merapikan baju dan mengikat tali sepatuku sendiri.

Sementara Ibu,

Ia t’lah menjelma segala,

mewujud pelita dalam jiwa,

denyut jantung dalam dada,

ruang megah dalam kepala.

0 views0 comments

Recent Posts

See All

Mudik

Seorang pria bergerak dari kota, menuju kampung halamannya. Alih-alih bahagia, Ia bermuram durja. Bukan bentuk kecewa, apalagi...

Ledakan Besar

Sesuatu terjadi Aku bergerak lambat Melandai Lembah panjang berbelikat Sesuatu terjadi Aku, waktu, seluruh terhenti Mata kita berlaga Oh,...

コメント


bottom of page